Menguak Kebatilan Ide Hak Asasi Manusia

"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir" (TQS. Qaaf: 18).

Syabab.Com
- Peringatan Hak Asasi Manusia (HAM), setiap tanggal 10 Desember, menurut para pendukungnya dianggap sebagai peringatan munculnya peradaban manusia yang adil dan terlepas dari berbagai penindasan dan eksploitasi. Keberadaan Komisi Nasional (Komnas) HAM, pun tidak terlepas dari wacana ‘interpretasi HAM’ menurut Indonesia yang memang memiliki pandangan tersendiri mengenai HAM. Maka muncullah paradoks dalam masalah HAM, sebagian menganggap HAM sebagai sumber keadilan, tapi di sisi lain menganggapnya sebagai biang kerok berbagai kedzaliman dan penindasan.

Di negara-negara dunia ketiga, tempat sebagian besar masih berlangsung otoritarianisme, ide HAM memang cukup memikat dan mempesona, karena dapat sedikit mengurangi tekanan-tekanan rezim yang mendzalimi dan menindas rakyat. Bahkan sebagian masyarakat menganggap HAM sebagai harapan terakhir setelah mereka putus asa mengharapkan keadilan dan pengayoman dari lembaga-lembaga lainnya.

Tetapi lain lagi HAM bagi Amerika Serikat dan Eropa. HAM disinyalir telah dijadikan alat politik luar negeri untuk mencapai berbagai tujuan dan kepentingan nasional mereka atas bangsa-bangsa lain. Gembar-gembor Amerika Serikat tentang HAM selalu dibarengi dengan standar ganda. Untuk kasus-kasus yang seharusnya diperlakukan sama, bisa terjadi perbedaan penanganan antara satu dengan lainnya, tergantung kepentingan nasional Amerika Serikat.

Pengertian Hak Asasi Manusia

Sebelum memasuki pembahassan lebih lanjut, ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu definisi dasar tentang hak secara definitif. “Hak” merupakan untuk normatik yang berfungsi sebagai panduan perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam rangka menjaga harkat dan martabatnya.

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa hak adalah (1) yang benar, (2) milik, kepunyaan, (3) kewenangan, (4) kekuasaan untuk berbuat sesuatu, (5) kekuasaan untuk berbuat sesuatu atatu untuk menuntut sesuatu, dan (6) derajat atau martabat. Pengertian yang luas tersebut pada dasarnya mengandung prinsip bahwa hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) pemilik keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau diingkari. Seseorang yang memegang hak atas sesuatu, maka orang tersebut dapat melakukan sesuatu tersebut sebagaimana dikehendaki, atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya.

Adapun pengertian hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dann fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, maupun negara. John Locke mengemukakan hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak kekuasaan apapun yang dapat mmencabutnya. Hak ini sifatnya mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hal kodrati yang tidak bisa dipisahkan.

Sejarah Singkat HAM

Pada masa pemerintahan raja Louis XVI. Rakyat Perancis membentuk Assemblee Nationale, yaitu Dewan nasional sebagai perwakilan bangsa Perancis. Masyarakat Perancis mengubah strukturnya dari feodalistis menjadi demokratis. Maka pemerintahan lama (kerajaan) dihapuskan dan disusunlah pemerintahan baru. Lalu lahirlah Declaration des Droits de I’Homme et du Citoyen. Deklarasi ini meniru deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat. Pada perkembangan berikutnya banyak Negara Eropa lainnya juga meniru isi deklarasi Amerika Serikat.

Hak asasi manusia bukan suatu konsep baru atau wacana hangat begitu saja. Permasalahan HAM tidak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarahnya dari waktu ke waktu. Bahkan, bisa dikatakan keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal kelahiran HAM. Salah satu muatan hukum alam adalah hak-hak pemberian dari alam (natural rights), karena dalam hukum alam ada sistem keadilan yang berlaku universal dalam artinya menjadi pendorong bagi upaya penghormatan dan perlindungan harkat dan martabat kemanusiaan universal.

Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa mulai dengan lahirnya Magma Charta yang berintikan menghilangkan hak kekuasaan absolutisme raja. Magna Charta (1215). Di dalam piagam ini pengertian hak asasi belum sempurna karena terbatas hanya memuat jaminan perlindungan terhadap hak-hak kaum bangsawan dan gereja. Kedua, Bill of Right. Ditetapkan antara lain bahwa penetapan pajak, pembuatan undang-undang dan kepemilikan tentara harus seizin parlemen. Parlemen juga berhak untuk mengubah keputusan raja, mempunyai kebebasan berbicara dan berpendapat. Di samping itu pemilihan parlemen berlaku bebas.

Lahirnya magma charta ini kemudian diikuti oleh lahirnya Bill Of Right di inggris pada tahun 1689. saat itu mulai timbul pandangan (adagium) yang intinya bahwa manusia sama di muka hukum (Equality Before The Law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan negara demokrasi. Bill of rights melahirkan asas persamaan harus diwujudkan, betapa berat pun resiko yang dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan untuk mewujudkan semua itu. Maka lahirlah teori kontrak sosial (Social Contract Theory) oleh J.J Rosseau, teori Trias Politika Mountesquieu, John Code di Inggris dengan teori hukum kodrati, dan Thomas Jefferson di AS dengan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan yang dirancangnya.

Perkembangan HAM selajutnya, terlihat pada munculnya The American Declaration Of Indepedence deklarasi ini muncul manakala terjadinya Revolusi Amerika (tahun 1776).Deklarasi ini menegaskan bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya,sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu .Di tahun 1789 lahirlah The French Decleration (deklarasi Prancis) yang berisi prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan ,sekalipun kepada orang yang dinyatakan bersalah .Kemudian prinsip itu di pertegas oleh prinsip freedom of expression (kebebasan mengeluarkan pendapat), freedom of relegion (bebas menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan hak milik), dan hak-hak dasar lainnya. Jadi dalam Franch Declaration sudah tercakup hal-hal yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum.

Perkembangan yang lebih signifikan adalah kemunculan The Foor Freedoms dari presiden Rousevelt pada tanggal 06 januari 1941. berdasarkan rumusan tersebut, ada empat hak yaitu kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan mmemeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa (negara) berada dalam posisi keinginan untuk melakukan serangan terhadap negara.

Selajutnya pada tahun 1944 diadakan konferensi buruh internasional di Philadelphia yang kemmudian menghasilkan Deklarasi Philadelphia. Isi dari konferensi tersebut tentang kebutuhan penting untuk menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia apapun ras, kepercayaan, atau jenis kelaminnya, memiliki hak untuk mengejar perkembangan material dan spiritual dengan bebas dan bermartabat, keamanan ekonomi dan kesempatan yang sama. Hak-hak tersebut menjadi dasar munculnya rumusan HAM yang universal sebagaimana dalam The Universal Declaration Of Human Right PBB tahun 1948.

HAM Sebagai Kedok Amerika Serikat dan Negara-Negara Barat

Pembantaian Fallujah: pelanggaran HAM AS, tak pernah diusik

Keruntuhan Uni Soviet menandai era baru Kapitalisme. Amerika Serikat menjadi aktor tunggal dalam percaturan politik internasional. Ide Kapitalisme kemudian dijadikan asas interaksi dan konvensi internasional, peraturan dan perundangan. Dewan Keamanan, Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), UNESCO, UNICEF, dan lembaga-lembaga internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dikendalikan sepenuhnya oleh Kapitalisme. Nampaknya Amerika Serikat bertujuan untuk menjadikan Kapitalisme sebagai ‘agama’ bagi seluruh umat manusia melalui slogan-slogan mutakhirnya, di antaranya slogan kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan hak milik, dan kebebasan bertingkah laku. Inilah substansi HAM.

Langkah ini ditempuh dengan cara mempropagandakan HAM yang diwujudkan dalam penampilan atau slogan yang menggiurkan dan menarik. Tapi sebenarnya slogan ini adalah lagu lama. Para filsof Pencerahan Prancis, tempat ide HAM lahir, aktif berjuang demi apa yang mereka sebut “hak-hak alamiah” warga negara. Pada mulanya ini mengambil bentuk sebagai suatu kampanye melawan sensor –demi kebebasan pers. Tapi juga dalam masalah-masalah agama, moral dan politik, hak individu akan kemerdekaan berpikir dan mengutarakan pendapat harus dihormati. Mereka juga berjuang demi penghapusan perbudakan dan perlakuan yang lebih manusiawi terhadap para penjahat. Prinsip menyangkut ‘individu yang tidak dapat diganggu gugat’ mencapai puncaknya pada Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara yang diterima oleh Majelis Nasional Prancis pada 1789. Slogan-slogan HAM ini semakin menguat saat berlangsungnya Revolusi Perancis (1789), yang pada akhirnya ditetapkan sebagai deklarasi PBB (Universal Declaration of Human Rights) tahun 1948. Lagu-lagu HAM kembali hingar bingar setelah Konferensi Non Governmental Organization (Lembaga Swadaya Masyarakat) mengenai HAM di Wina, Austria (1993), dan setelah HAM dijadikan komoditi politik luar negeri Amerika Serikat dalam Tata Dunia Baru.

Sebenarnya komoditi politik luar negeri Amerika Serikat dalam Tata Dunia Baru sudah dipupuk sejak lama, dan tentunya disandarkan kepada Revolusi Amerika 1776, dan kemudian Presiden Woodrow Wilson pada tanggal 2 April 1917 dalam pesan perangnya menyatakan bahwa Amerika Serikat bertempur bukan demi kepentingan nasionalnya namun bagi pembaharuan sistem internasional berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan non agresi:

“Ketabahan untuk berdamai tidak pernah dapat dipertahankan, tanpa kerja sama antar bangsa demokratis. Kami senang ... bertempur untuk perdamaian bagi dunia dan pembebasan bangsa-bangsanya, termasuk bangsa Jerman, demi hak bangsa-bangsa besar maupun kecil dan hak asasi manusia di manapun untuk memilih cara hidup dan keyakinan masing-masing”.

Inilah momen saat Amerika Serikat mulai menampakkan kecenderungannya untuk membuka isolasinya sebagai sebuah kebijakan negara, untuk berinteraksi (terlibat dalam Perang Dunia I) yang kemudian menjadi cikal bakal kecenderungan Amerika Serikat untuk menjadi Penguasa Dunia

Kebatilan Ide HAM

Sebenarnya ide HAM berakar pada pandangan Barat terhadap tabiat manusia, hubungan individu dengan masyarakat/negara, tentang fakta masyarakat, dan tugas negara. DR. Sulaiman Mamar menyatakan bahwa akar atau inti persoalan dari berbagai perbincangan mengenai HAM, adalah kedudukan manusia sebagai individu dan hubungannya dengan lembaga, organisasi, dan pemerintah.

Kapitalisme memandang tabiat manusia pada dasarnya adalah baik, tidak jahat. Kejahatan yang muncul dari manusia disebabkan oleh pengekangan terhadap kehendaknya. Oleh karena itu, kehendak manusia harus dibiarkan bebas lepas agar dia mampu menunjukkan tabiat baiknya yang asli. Dari sinilah muncul ide kebebasan (freedom) yang menjadi salah satu ide yang menonjol dalam ideologi Kapitalisme.

Mengenai hubungan individu dengan masyarakat/negara, kaum Kapitalis memandang bahwa hubungan itu bersifat kontradiktif. Oleh karena itu, harus ada pemeliharaan individu dari dominasi masyarakat, sebagaimana harus ada jaminan dan pemeliharaan terhadap kebebasan-kebebasan individu. Jadi kepentingan individu harus didahulukan daripada kepentingan masyarakat. Atas dasar ini, mereka menetapkan bahwa tugas pokok negara adalah menjamin kepentingan individu dan memelihara kebebasannya.

Tentang fakta masyarakat, kaum Kapitalis berpandangan bahwa masyarakat merupakan kumpulan individu-individu yang hidup bersama di satu tempat. Jadi apabila kepentingan individu-individu itu terjamin penuh, maka secara alami akan terjamin pula kepentingan masyarakat.

Pandangan-pandangan tersebut menjadi dasar bagi apa yang disebut "kebebasan individu" --yang harus dipelihara-- sebagai landasan HAM, yang meliputi kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan hak milik, dan kebebasan bertingkah laku.

Kebebasan individu inilah yang telah menjadikan manusia dalam masyarakat Barat tak ubahnya bak kawanan binatang ternak, yang bernafsu meraup sebanyak mungkin kenikmatan fisik. Ironisnya, kenikmatan fisik ini mereka anggap sebagai puncak kebahagiaan. Padahal hakikatnya mereka tak pernah mengecap cita rasa kebahagiaan sedikit pun. Sebab, kehidupan mereka senantiasa bergelimang dengan penderitaan, kegoncangan, dan keresahan yang tak pernah berakhir. Kebebasan seksual menghasilkan AIDS, aborsi yang merajalela, angka perceraian yang makin melonjak, dan angka kecelakaan yang tinggi akibat mabuk, hanyalah sebagian kecil contoh- contohnya (lihat: Amerika Nomor 1, hal. 24). Jadi kalau masyarakat Barat sendiri hakikatnya tak terbela oleh ide HAM, maka apalagi kaum muslimin yang jelas-jelas mereka musuhi!

Di samping itu, yang harus difahami oleh kaum muslimin, ide kebebasan HAM itu sebenarnya bertentangan dengan kaum muslimin. Kebebasan beraqidah/beragama jelas bertentangan dengan Islam. Benar bila dikatakan bahwa Islam tidak memaksa orang-orang kafir masuk Islam. Tetapi apabila seseorang telah memeluk Islam, maka wajib atas mereka terikat dengan hukum Islam dan terlarang keluar kembali dari Islam (murtad). Jadi mereka tidak memiliki kebebasan lagi sebagaimana saat belum memeluk Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT yang ditujukan untuk orang-orang kafir:

"Maka siapa saja yang ingin (beriman) hendaklah beriman, dan siapa saja yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." (TQS. Al-Kahfi: 29).

Firman Allah yang lain:

"Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya (Islam), lalu mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya" (TQS. Al-Baqarah: 217).

Juga sabda Rasulullah saw:

"Siapa saja yang mengganti agamanya (Islam), maka bunuhlah dia." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Ashhabus Sunan).

Kebebasan berpendapat menurut kapitalisme berarti setiap orang berhak menyatakan pendapat apa saja di segala bidang dan segala persoalan tanpa terikat dengan batasan apa pun, seperti Salman Rushdie yang menghujat Rasulullah Saw. Termasuk propaganda kepada sistem kehidupan dan aqidah kufur, seperti demokrasi. Kebebasan ini jelas bertentangan dengan Islam, karena Rasulullah saw bersabda:

"Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga hawa nafsunya tunduk kepada apa yang aku bawa (Islam)." (HR. Imam Nawawi).

Jadi, pendapat seorang muslim wajib tunduk kepada aturan Islam yang dibawa Rasulullah saw. Dan dari segi aqidah, hendaknya setiap muslim menyadari bahwa setiap ucapannya harus mengikuti standar kebenaran Islam sebab selalu dimonitor oleh malaikat. Sebagaimana firman Allah SWT:

"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir" (TQS. Qaaf: 18).

Kebebasan hak milik juga bertentangan dengan Islam. Hak milik dalam Islam telah diatur oleh hukum syara' dan tidak bebas sebagaimana ketetapan ekonomi kapitalisme. Oleh karena itu, barang milik umum, misalnya, tidak boleh dimiliki individu. Barang-barang tambang, jalan raya, pantai, sungai, hutan adalah milik umum, bukan milik individu. Industri barang-barang haram, seperti minuman keras, peternakan babi, dan extacy juga tidak dibenarkan keberadaannya oleh Islam. Dan apa saja yang diharamkan oleh Allah SWT hakikatnya adalah barang kotor yang tak perlu disentuh oleh manusia yang berakal sehat. Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan yang keji, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan." (TQS. Al Maidah: 90).

Kebebasan bertingkah laku pun bertentangan dengan Islam, sebab setiap perbuatan muslim wajib terikat dengan hukum syar'i; wajib, haram, sunah, makruh, atau pun mubah. Maka dalam Islam tidak dijumpai kebebasan seksual, kebebasan untuk makan dan minum, berpakaian seenaknya, dan sebagainya. Seluruh perilaku muslim wajib terikat dengan hukum-hukum Allah, sebab dia adalah hamba Allah Swt, bukan hamba bagi dirinya sendiri. Hal ini bertentangan dengan kaidah berperilaku dalam isam. Kaidah fiqih menyatakan

Hukum asal perbuatan terikat dengan hukum syara. (qaidah fiqh)

Walaupun konsep HAM ini telah jelas kekeliruannya dan jauh dari kebenaran, sayangnya sebagian kaum muslimin terlanjur mempercayai dan menganggapnya sebagai dewa penolong untuk membebaskan diri dari penindasan penguasa mereka. Padahal, kaum muslimin juga sudah mengetahui betapa absurd-nya praktek HAM oleh Barat yang dianggap guru dan gembong HAM itu sendiri.

Amerika dan negara-negara kapitalis lainnya, telah menjadikan HAM sebagai komoditi politik luar negerinya. Praktek HAM dengan standar gandanya mereka lancarkan secara diskriminatif terhadap negara-negara yang mengancam kepentingan AS dan negara kapitalis lainnya. Ini semua dilakukan Barat demi tuntutan kepentingannya untuk mendominasi berbagai bangsa di dunia. Bukti-bukti ini dirasa cukup sebagai dasar menolak HAM. [artkl/syabab.com]

Referensi:

Abdullah, Husain. 2002. Mafahim Islamiyah. Bogor: PTI.
Al Wakil, Sami Sahalih. 2008. Ham Menurut Barat, Ham Menurut Islam. Bogor: PTI.
Davidson, Scott. 1994. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Grafiti.
Zallum, Abdul Qadim. 1996. Serangan Amerika Untuk Menghancurkan Islam, Jakarta: Pustaka Thariqul Izzah.

0 komentar:

Posting Komentar

Peternakan Kelinci Holland Lop Sheno dan Rizky
Jl. Cikadut Dalam (Arah Terminal Cicaheum Bandung) No. 270, RT 6/ RW 3, Mandalajati, Karang Pamulang, Mandalajati, Kota Bandung, Jawa Barat 40273
0819-1050-0571

www.jualkelincihollandlop.info