BHP gagal, Liberalisasi Pendidikan Jalan Terus

Setelah dikabulkannya uji materi UU Badan Hukum Pendidikan oleh Mahkamah Konstitusi pada hari rabu (31/03), Undang Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) sudah tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat lagi. MK menilai bahwa Badan Hukum Pendidikan inkonstitusional karena bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 khususnya penyeragaman bentuk hukum badan hukum pendidikan yang tidak sesuai dengan maksud UUD 1945 (Pasal 31). Sistem pendidikan nasional dalam UUD tidak dimaknai bahwa penyelenggara pendidikan nasional harus diatur secara seragam.

Putusan MK tersebut ternyata tidak membuat pemerintah dan dewan kehabisan akal. pemerintah berencana membuat aturan baru untuk bentuk pendidikan di Indonesia terutama akan adanya perubahan status sejumlah perguruan tinggi negeri. "Pasal 53 ayat empat dalam UU Sistem Pendidikan Nasional tidak dibatalkan Mahkamah dan isinya menyatakan ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan UU tersendiri, maka pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat wajib mengaturnya," jelas Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal ketika dihubungi, Ahad (4/4).

Mahkamah memutuskan melekatkan syarat tambahan pada pasal 53 ayat (1) UU Sisdiknas, norma yang menjadi dasar pembentukan UU BHP. Mahkamah menetapkan frasa "badan hukum pendidikan" dalam pasal tersebut haruslah dimaknai sebagai sebutan fungsi penyelenggara pendidikan, dan bukan sebagai bentuk badan hukum tertentu. Bentuk badan hukum itu bisa saja yayasan, perkumpulan, perserikatan, badan wakaf, dan sebagainya.

Fasli menguraikan dampak putusan Mahkamah, pengertian Badan Hukum Pendidikan tidak berlaku sebagai nama diri, melainkan nama jenis satuan pendidikan. "Dia hanya sebagai lembaga fungsi penyelenggaran pendidikan, menjadi badan hukum pendidikan-dengan huruf kecil," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi ini. Status badan hukum, Ia menambahkan, masih tetap ada di pasal 53 UU Sistem Pendidikan Nasional. Maka diharapkan dengan adanya aturan baru yang akan digagas kementerian dan dewan, maka kategorinya akan jelas. "badan hukum pendidikan bukan menjadi nama organisasi, bisa saja yayasan, tidak satu saja pengertiannya," jelas Fasli.

BHP dan Liberalisasi Pendidikan

Yang perlu dicermati adalah bentuk baru dari sistem pendidikan yang akan digodok pemerintah dan dewan ini. Bentuk baru badan hukum pendidikan yang bisa saja yayasan, perkumpulan, perserikatan, atau yang lain masih menimbulkan tanda tanya besar. Walaupun dengan bentuk badan hukum yang beragam namun, tata aturan, manajemen, serta operasional khususnya pembiayaan dari badan hukum tersebut apakah tetap sama dengan Badan Hukum Pendidikan.

Adalah wajar jika hal tersebut dipertanyakan mengingat perjuangan pemerintah untuk merealisasikan BHP sudah cukup lama (tahun 2003-2010) dan membutuhkan dana yang sangat besar. Apa mungkin hasil perjuangan pemerintah bertahun-tahun untuk merealisasikan BHP terhenti total akibat keputusan MK dan apakah tanpa BHP komersialisasi pendidikan akan terhenti juga. Sekedar berkaca betapa keras kepalanya pemerintah tetap melaksanakan Ujian Nasional meskipun telah dilarang oleh keputusan Mahkamah Agung (MA). Selain itu, yang dipermasalahkan MK hanyalah pada system penyeragaman bentuk pendidikan bukan seluruh content dari BHP.

Sebenarnya, sebelum BHP disahkan, beberapa perguruan tinggi negeri telah melakukan persiapan (komersialisasi) menyambut BHP dengan merubah status menjadi PT BHMN (Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara). Memang alasannya kelihatan bagus seperti transparansi, akuntabilitas, dan jaminan mutu. Namum hakikat dari semua itu adalah peran Negara diminimalisasi dan pendidikan lebih diserahkan ke masyarakat (yang mempunyai modal). Dampaknya adalah masalah pendanaan menjadi masalah utama. Perguruan tinggi akhirnya harus banting tulang untuk mencari sumber dana pendidikan mulai dari membuka bisnis sampai yang paling mudah dan ampuh adalah menaikkan SPP. Oleh karena itu, sebelum BHP disahkan proyek lliberlisasi/komersialisasi pendidikan telah berjalan. UU BHP hanyalah sebagai penopang legal liberalisasi pendidikan.

Pemerintah Penyelenggara Liberalisasi Pendidikan

Lembaga judicial semisal MA dan MK maupun masyarakat tentu tidak dapat berbuat banyak dalam menghadapi pemerintah dan DPR sebagai eksekutor penyelenggaraan pemerintahan dan legislator undang-undang. Pemerintah tidak akan kehabisan akal untuk merealisasikan agenda kaum kapitalis penjajah apalagi didukung pihak asing dengan actor utama Bank Dunia/IMF. Proyek liberalisasi pendidikan dengan instrumen UU BHP merupakan satu dari sekian banyak proyek liberalisasi di segala bidang terutama pada aspek vital seperti UU Migas, UU Kelistrikan, dan UU Sumber Daya Air.

Pengadopsian kebijakan kapitalis dalam dunia pendidikan memang semakin menguat baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Dengan berbagai bentuk dan kedok mereka mengemasnya agar kelihatan cantik. Contoh kasus adalah sekolah-sekolah yang ada di Bogor. Semenjak beberapa tahun pemerintah telah menggulirkan program kelas Rintisan Sekolah berstandar Internasional (RSBI) pada sekolah-sekolah favorit di Bogor. Memang kelihatan bagus tapi implikasi dari program tersebut, para orang tua harus menambah biaya SPP. Para orang tua murid kemudian ramai-ramai mendaftarkan diri dan bisa ditebak yang mendaftar pastilah golongan menengah ke atas. Untuk ajaran tahun 2010-2011 beberapa sekolah negeri favorit di Bogor telah menghilangkan kelas reguler dan kemudian diganti dengan RSBI sehingga yang dapat merasakan pendidikan yang lebih baik hanyalah golongan menengah ke atas.

Pendidikan dalam Islam

Sebagai Negara dengan penduduk muslim mayoritas sudah seharusnya Indonesia mengambil islam sebagai aturan bernegara termasuk di bidang pendidikan. Dalam pendidikan Islam, pemerintah mengambil otoritas penuh dalam melaksanakan pendidikan mulai dari kurikulum, peraturan administrasi, metode pengajaran, teknik dan sarana pengajaran , sampai pada pembiayaan pendidikan (Abu Yasin, 2004).

Mengenai pembiayaan pendidikan, pemerintah wajib menyediakan secara gratis. Pembiayaan tersebut meliputi gaji para guru/dosen maupun infrastruktur sarana dan prasarana. Dalil kewajiban Negara untuk memenuhinya adalah sabda Nabi SAW: imam bagaikan pengembala dan dialah yang bertanggungjawab atas gembalaannya (H.R Muslim)”. Setelah perang Badar, sebagian tawanan musuh yang tidak sanggup menebus pembebasannya, diharuskan mengajar baca tulis kepada sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya (Al-Mubarakfuri, 2009). Wallahu alam bis-showwab. (Oleh Ibnu Azis, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB).

sumber: dakwahkampus.com

0 komentar:

Posting Komentar

Peternakan Kelinci Holland Lop Sheno dan Rizky
Jl. Cikadut Dalam (Arah Terminal Cicaheum Bandung) No. 270, RT 6/ RW 3, Mandalajati, Karang Pamulang, Mandalajati, Kota Bandung, Jawa Barat 40273
0819-1050-0571

www.jualkelincihollandlop.info