Despair and Zeal


Hujan. Aku memang suka hujan, tapi tidak untuk yang satu ini. Sepanjang malam, aku hanya duduk di sini, di pojok sebuah toko sepatu. Dingin. Suasana dingin ini benar-benar membuatku lapar bukan main. Perutku meraung-raung kelaparan, ukh! Sakit. Betul juga, baru aku tersadar. Sudah 3 hari sejak terakhir kali aku makan. Aku tak tahan lagi! Akhirnya, di tengah hujan ini pun aku mulai melangkahkan kaki ku, menapaki jalanan yang didera hujan, di temani malam. Basah. Sekujur tubuhku basah. Namun tak lagi aku hiraukan. Aku terus melangkah, mencari makan. Hingga pada akhirnya aku sadar. "Kemana aku akan pergi?". Seketika itu hujan pun semakin deras, menguyur tubuh kecilku yang mulai sempoyongan. "Sial! Aku benar-benar lemas... bahkan aku tidak sanggup lagi untuk berdiri..." pikirku. Hujan ini membuatku lebih parah. Akupun terjatuh. Lemas tak berdaya, satu hal yang bisa kulakukan adalah menjulurkan lidah, sebisa mungkin aku meminum air hujan. Aku pun mulai berpikir, Apakah aku akan mati? Yah, aku akan mati. Jadi aku tidak bermaksud untuk berlindung dari hujan. Biarlah aku mati disini. Hujan ini biarlah menjadi satu-satunya yang menangisi kepergianku...

 "Hey bajingan kecil!" teriak seorang laki-laki yang membuatku terhenyak dari kematianku. Aku benar-benar berpikir sudah mati. Tapi tenyata tidak. Aku melihat wajah laki-laki itu. Tampak jelas kalau dia benar-benar marah dan jijik padaku. Aku pun tak heran dengan ekspresi wajahnya. Setiap orang yang melihat gelandangan sepertiku pasti akan muak. "Cepat pergi!" bentaknya. Aku belum bisa berdiri karena masih belum mendapatkan makanan. Dan sekarang kepalaku benar-benar pusing bukan main. Ini buruk! Aku hanya bisa mendengar omelan laki-laki yang berdiri tegak dan angkuh di hadapanku. Dia terus menyuruhku untuk pergi dari tokonya. Benar saat itu, Aku pingsan di depan sebuah toko roti. Dan sekarang toko itu akan segera buka. Jika aku terbaring di sini, aku hanya menjadi pemutus nafkah bagi orang lain. Akupun segera mengumpulkan tenaga untuk berdiri. Sedangkan laki-laki itu terus menghardik dan membentakku. Aku pun menatap wajahnya secara langsung, sesaat setelah aku berdiri dan menatapnya. Terlihat, wajahnya memerah, dia mengepalkan tinjunya dan langsung memukulku. "Kurang ajar!" begitu bentaknya. Tinjunya yang keras karena  terbiasa membuat adonan roti, kontan menghantam wajahku. Aku yang sempoyongan pun terpental. "Sakit!!!" namun aku tak punya tenaga untuk berteriak. Hidungku mengeluarkan darah akibat tinjunya! Aku hanya memaksakan diri untuk segera pergi dari halaman toko itu. Berlari sekuat tenaga menjauhi toko roti serta monster toko roti itu. "Awas kau bajingan kecil! Jika aku melihatmu lagi di depan toko ku, Aku akan membunuhmu!!". Itu lah kata-kata terakhir yang kudengar dari laki-laki toko roti itu. Ketika mendengar kalimat terakhirnya, tanpa sadar air mataku jatuh. Aku tak tahu apa yang membuatku menitikkan air mata saat itu. Rasa sakit akibat pukulan seolah hilang terhapus rasa sakit yang lebih besar. Rasa sakit akibat kalimat terakhir yang dia ucapkan.

Aku terus berjalan sambil membenamkan wajahku ke arah tanah. Aku tak ingin orang lain melihat air mata ku, bahkan untuk gelandangan sepertiku. Aku tak pernah berpikir untuk berharap agar orang lain akan mengasihaniku. Langkah kaki ku berakhir dalam sebuah gang sempit di samping pertokoan, gang ini merupakan jalan yang menghubungkan 2 lorong. Di situlah aku diam, duduk beristirahat, menenangkan pikiranku dari kalimat kejam laki-laki toko roti tadi. Aku menghela nafas dan air mataku jatuh sekali lagi. "Apa aku tidak pantas untuk hidup?" "Kenapa aku seperti ini?" teriak batinku. "Bahkan orang lain menginginkan kematianku." dan aku pun terus larut dalam kesedihan. Ini pertamakalinya aku menangis sebagai seorang gelandangan. Ketika aku sedang terlarut dalam kesedihan, sebuah suara mengejutkanku. "Kenapa kau menangis?". Aku tidak berani melihat orang itu. Jadi aku terus membenamkan wajahku. "Aku pikir aku mengerti mengapa kau menangis" lanjutnya. "Kau tahu, kehidupan ini tidak sepenuhnya kejam". Aku pun masih terdiam, aku malas menanggapinya. Setelah diam cukup lama. Dia pun pergi. Aku pikir dia benar-benar pergi,  namun ternyata dia kembali dan membawakanku makanan. "Ini...Aku ada sedikit makanan, kau boleh memakannya" katanya. Aku pun terkejut, tapi masih belum berani mengangkat wajahku. "Kau harus memakannya!" ucapannya tegas tapi terdengar sangat ramah. "Nah aku tinggalkan saja di sini. Aku harus pergi ya, nak." ucapnya. Langkah kakinya pun terdengar semakin menjauh, dan hilang. Pada akhirnya aku tidak melihat wajahnya, karena malu. Harum! Aku pun terkejut akan bau makanan yang ida bawakan untukku. Aku tidak begitu ingin makan, tetapi aroma makanan ini membuat perutku semakin menjerit. Perih! Aku buka kotak nasi tersebut. Sekali lagi air mataku menetes. Aku benar-benar bingung kali ini. Namun berbeda dengan air mata yang sebelumnya. Aku benar-benar senang!

Aku pun kembali beraktifitas. Tenaga ku sudah pulih. Aku bisa mencari botol-botol bekas dan kujual ke pengumpul. Aku benar-benar bersemangat. Semangatku kembali. Makanan itu membuatku ingin mencicipinya lagi. Aku ingin bekerja keras untuk mencicipi makanan itu lagi. Tapi, tunggu. Sebelum itu aku ingin mencari orang yang telah, memberiku makanan super lezat itu. Aku pun mulai mencarinya. Dari suaranya, dia sudah tua, mungkin usianya sekitar 60 tahun-an. Akupun mencari dengan satu-satunya petunjuk yang aku miliki.
 **bersambung**

0 komentar:

Posting Komentar

Peternakan Kelinci Holland Lop Sheno dan Rizky
Jl. Cikadut Dalam (Arah Terminal Cicaheum Bandung) No. 270, RT 6/ RW 3, Mandalajati, Karang Pamulang, Mandalajati, Kota Bandung, Jawa Barat 40273
0819-1050-0571

www.jualkelincihollandlop.info