Gadis Kecil dan Sepotong Roti

      Tepat di perempatan sana, aku melihat seorang gadis kecil yang tersenyum dan menatapku penuh harapan. Persis seperti tatapan seorang anak yang meminta belas kasih. Terlihat dia anak yang manis, rambutnya bergelombang, berwarna kecoklatan, matanya bulat penuh menatapku seraya berkata: "Bolehkah aku ikut bersama mu?". Dia tidak terlihat seperti gelandangan jika saja memakai pakaian yang layak namun  pakaiannya yang lusuh, membuatnya terlihat menjijikan. Aku menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan dia tidak meliat dan tersenyum ke arahku, namun tidak ada orang lain selain aku yang berdiri di sekitar tatapan  anak itu. Ya, tak salah lagi dia melihatku. Siapa? Aku belum pernah melihatnya? Aku menatapnya, mencoba untuk mengenalinya. Aku memang tidak mengenalnya. Dari penampilannya, dia sama sepertiku. Gelandangan. Malas menanggapinya, karena aku pikir ujung-ujungnya dia hanya memintaku untuk membiarkan dirinya ikut bersamaku untuk mencari makan. Ah... jika itu terjadi, hanya akan membuat hidupku lebih susah.
     Aku pun segera berlalu, berusaha enyah dari tatapan yang teru membuntutiku sejak aku keluar dari lorong gelap nan menjijikan itu. Jika dia mengikutiku bisa gawat, pikirku. Ketakutanku ini bukanlah hal yang aneh mengingat setiap gelandangan seperti kami, akan mencari teman untuk saling berbagi penderitaan mereka. Mencari keluarga mereka sendiri, mencari kebahagiaan dan kebebasan mereka. Sebagian dari orang-orang seperti kami memilih menjadi gerombolan orang-orang liar yang biasa mencari keributan. Yah, alasannya sederhana. Lapar. Tuntutan perut menyebabkan mereka bertingkah brutal! Menjambret, memalak anak-anak sekolah sudah menjadi aktivitas rutin mereka. Intinya, sekali mereka menemukan 'kesenangan', mereka akan melakukannya lagi. Seperti itu lah orang-orang malang yang bernasib sepertiku. Tapi meski seperti itu, tidak bisa dipungkiri juga kenyataan banyak orang-orang yang hanya mengemis untuk mencari makan. Aktivitas ini sebetulnya yang lebih banyak dipilih oleh gelandangan yang hampir mati. Mereka menelantarkan harga diri mereka demi sesuap nasi. Ah... aku selalu berpikir tentang menjaga harga diri, padahal di luar sana jutaan orang menganggap kami hanyalah sampah masyarakat yang kerap kali meresahkan, mengganggu  pemandangan. Pemerintah pusat bahkan ingin melenyapkan orang-orang seperti kami. 

     Tapi aku tidak pernah ingin menjadi salah satu diantara mereka, sekalipun saat ini aku merupakan bagian tak terpisahkan dari mereka.Sesekali aku melerik kebelakang. Gawat! Anak itu masih memperhatikanku.. Sekarang tidak diragukan lagi, apa yang aku khawatirkan akan terjadi. Tapi tidak jika aku bisa lolos dari tatapan kejamnya. Aku pun berlari, kali ini aku berlari karena takut diikuti orang, meerasakan teror seorang anak yang hanya tersenyum dan terus mengikutiku. Astaga! Dia berlari mengejarku, seluruh ketakutanku pun semakin menjadi. Lari dan sembunyi!! Itu yang harus aku lakukan. Sampai akhirnya, aku melihat sebuah tempat sampah dan aku lebih memilih untuk bersembunyi disana untuk beberapa saat daripada harus menghidupi gelandangan lain. Beberapa saat setelah aku bersembunyi di tempat sampah akhirnya anak itu melintas, kulihat nafasnya terengah-engah karena berlari sekuat tenaga mengejarku. Namun mustahil anak sekecil itu bisa mengejarku yang sudah cukup terlatih karena sering melarikan diri dari rajia polisi. Setelah aku pastikan dia pergi, aku pun keluar dari tempat busuk itu. Baru sebentar saja bersembunyi di sini sudah membuatku kehabisan nafas. Karena tak tahan,makanan lezat yang baru saja aku makan pun keluar. "Sial... jika bukan karena anak itu...". Pokoknya aku tidak akan memaafkannya!
Perutku benar-benar mual, sakit bukan main. rasanya seperti jika kau baru selesai makan, kemudian tubuhmu diangkan dan di kocok oleh seorang pesumo profesional, namun ini lebih menjijikan. Hanya dengan memuntahkan seluruh isi perutku saja aku sudah merasakan kesakiatn yang luar biasa.
"Kenapa?" suara yang lembut menolehkanku dari rasa mual akibat bersembunyi di tong sampah.
"Ka..kau! Sialan kau, mengapa kau mengikutiku? sana pergi!!".
"Aku tidak mengikuti mu..."
"Hah?? Jangan bohong aku melihatmu mengikutiku!"
"Memang."

Rrrghh... Memang katanya?! Apa-apan anak ini...
"Aku hanya ingin memberimu ini.." dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Tunggu itu.. ROTI!! Dia ingin memberiku roti!! "Kau, ingin memberiku ini?", "Hmm!" dia menatapku ramah.
"Tapi kenapa?"
"Sebetulnya, tadi saat kakak di pukuli oleh penjaga toko roti itu, aku diam-diam masuk ke tokonya dan membawa beberapa potong roti. Aku tidak bisa melakukannya jika tidak ada kakak, karena itu terima kasih."
"!!!", "Kau menjadikan ku umpan?"
"Tidak! mana mungkin begitu, aku hanya bersembunyi dan menyelinap masuk ke toko saat ada kesempatan. Kebetulan saat itu kakak sedang terbaring di depan toko roti itu."
"Karena itu aku memberimu ini. Meski tidak banyak, tapi ini..."
"Cukup.. Terimakasih". Tiba-tiba saja aku merasa dia benar-benar anakyang baik. Kemarahanku terhapus oleh sepotog roti yang ia berikan padaku.
"Siapa namamu?"
Anak itu tersipu malu, pipinya memerah, matanya meredup sesaat kemudian menatapku ramah.
"Lily" ungkapnya...
**bersambung**

0 komentar:

Posting Komentar

Peternakan Kelinci Holland Lop Sheno dan Rizky
Jl. Cikadut Dalam (Arah Terminal Cicaheum Bandung) No. 270, RT 6/ RW 3, Mandalajati, Karang Pamulang, Mandalajati, Kota Bandung, Jawa Barat 40273
0819-1050-0571

www.jualkelincihollandlop.info