Jujur Dalam Amanah

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada-Nya dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS Attaubah [9]: 119.

Dari Abdullah bin Mas'ud RA, ia mengisahkan Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku jujur, hingga ia disebut shiddiq (orang yang senantiasa jujur). Kepada perilaku menyimpang (zalim), dan perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku dusta, hingga ia disebut pendusta besar." (HR Bukhari Muslim).

Berbicara tentang kejujuran, Rasulullah SAW adalah teladan utama. Beliau terkenal jujur dan terpercaya, hingga penduduk Makkah menjulukinya Asshidiq. Selain itu, Muhammad SAW juga dikenal sangat teguh memegang kepercayaan (amanah) dan tidak pernah sekali-kali mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh orang lain.

Tak heran, jika kemudian Muhammad pun mendapat julukan Al Amin.

Modal kejujuran Muhammad SAW mengantarkannya pada satu posisi yang terhormat, dipercaya menjalankan usaha seorang pedagang kaya bernama Siti Khodijah. Di kemudian hari, karena kejujurannya, Siti Khodijah mempersuntingnya. Berabad kemudian, ditengah masyarakat yang mayoritas adalah pengikutnya ini, sikap jujur menjadi barang langka. Seseorang sudah tidak lagi menganggap tinggi sebuah kejujuran.

Krisis kejujuran yang dialami masyarakat kini, telah merusak sendi-sendi kehidupan yang paling mendasar, yaitu norma dan moral. Ketika seseorang berani berbuat tidak jujur, berarti dia sudah rela melepaskan anugrah Allah yang paling mulia, yaitu kehormatan dan kemuliaan. Hanya kejujuranlah yang akan menyelamatkan kita dari malapetaka dan kehinaan di dunia maupun di akhirat kelak, dan mengantarkan kita pada posisi kemuliaan yang tinggi. Mari kita mulai dari diri kita.




Sumber :
Risalah Asy Syarif Edisi 20 Tahun ke 2, 2009 hal. 1